Hi xpert people, di antara kamu pasti kepengin punya bisnis brand clothing yang dikenal luas, cuan, dan eksis, ye kan?
Iya dong, karena brand clothing tetap menjadi bisnis pilihan anak muda untuk memulai karir entrepreneurnya. Selain karena clothing atau apparel termasuk dalam sektor bisnis primer (sandang), bisnis di sektor ini juga termasuk ke dalam bisnis fashion-interest yang tidak akan pernah ‘mati’ —selama orang-orang masih butuh pakaian dan ingin tampil fashionable di tongkrongannya.
Xpertees akan berbagi tips tentang bagaimana memulai membangun bisnis ini. Karena banyak banget yang perlu dibahas, kami akan sampaikan dengan membagi ke dalam beberapa segmen (parts).
Tips-tips yang kami sampaikan akan lebih banyak diambil dari pengamatan dan pengalaman meng-handle ratusan brand yang pernah memulai langkah mereka bersama kami. Sehingga bisa dibilang, kami cukup mampu menganalisa brand mana yang survive hingga kini jadi brand yang eksis, dan brand mana yang cuma sekali produksi —kemudian ngga tau ke mana kabar burungnya, terbang kali ye? Kamu ngga mau kan kayak begitu?
Kuy, langsung aja,
A. Menentukan Konsep
Brand clothing tuh udah banyak banget… yang gagal, pft. Tapi tenang, banyak juga yang berhasil kok. Brand-brand yang berhasil ini selalu punya karakter yang ‘beda’.
Perlu didefinisikan arti berbeda. Karena kebanyakan ‘berbeda’ yang dipengenin sama brand pemula sering kali tidak obyektif. Artinya, beda hanya menurut mereka sendiri, tapi belum tentu dipandang beda sama audience.
“Kita pengin bikin sablonan yang beda Kak, jadi warnanya ada 1000 warna, terus bagian lehernya ngga bolong.”
Nah, yang begini kan ‘beda’ yang nyusahin ye? Pft.
Ada pun keinginnan konsumen yang bisa kami realiasaikan dengan keyakinan 1000% akan laku di pasaran, ternyata ngga juga, dan kasus ini sering terjadi.
Lalu, konsep bagaimana yang bisa diterima pasar? Brand kamu perlu memiliki USP, hah USB? Itu mah flashdisk anj-y! Unique Selling Point atau USP, kita langsung ambil contohnya ya;
Urbain, mengusung konsep ‘VS Everybody’-nya, membangun komunitas yang kuat dari kota ke kota, berkolaborasi bersama brand-brand regional setempat.
Erigo, USP dia lebih ke promo produk yang gila-gilaan. Sempet ketemu sama ownernya, Mas Sadad sendiri bilang kalo orientasi Erigo ada di produk dengan pilihan yang banyak, ditambah dengan promo yang gila, sehingga produk-produk Erigo selalu jadi fast moving product. Modalnya ngga sedikit sih, hehe.
Hoi Polloy, ngambil konsep tentang traveling atau objek travel yang diilustrasikan ke dalam desain.
Thinkcookcook, konsep desainnya tentang astronaut-activities, USP yang paling mencolok yaitu desain ilustrasinya yang ngga kaleng-kaleng. Konsep ini mirip dengan Culture Hero, tapi temanya aja yang beda, Culture Hero ngambil tema tentang tokoh-tokoh dalam perwayangan.
Ositmen juga punya konsep desain ilustrasi yang menggambarkan masalah sehari-hari, pop culture, meme, atau masalah yang lagi happening.
Brand-brand di atas adalah brand yang memiliki pembeda yang unique, ngga harus yang rijit dan ribet, tapi tetap memungkinkan untuk diproduksi, karena sekeren apa pun ide atau konsepmu, akan susah juga kalo ngga ada vendor yang sanggup memproduksi, belum lagi berpikir biaya produksinya. Maka, coba mulai menentukan konsep yang unique, juga simple dan feasible. Susah sih, tapi bisa. Mulai dari keresahanmu atau dari komunitasmu —ini dua cara yang paling mudah untuk memulai.
B. Branding & Kolaborasi
USP ngga selalu bicara tentang konsep produk atau desain yang beda, tapi bisa juga tentang konsep pemasaran, konsep promosi, packaging, atau konsep fotografi, dst.
Intinya gimana caranya kamu dan team membandung brand sehingga punya ciri khas yang ngga ada di brand lain, atau gimana caranya membangun pengalaman yang ngga terlupakan ketika konsumen membeli produk kamu.
“Kok ada brand yang desainnya simpel, tapi lari-laris aja?”
Besar kemungkinan mereka punya orang dalem, pft. Becanda. Bisa jadi strategi promosi dan branding mereka kuat, seperti kolaborasi dengan infulencer ternama, kolaborasi dengan brand lain, atau kolaborasi dengan seniman yang berpengaruh. Saat begini, tren collab lagi in banget di pasar Brand Local.
Gimana caranya brand pemula bisa kolaborasi? Pernah nanya ke owner Queenbeers, Bang Martias —dia bilang, berkolaborasi emang perlu yang namanya bargaining power, karena tujuan utama berkolaborasi adalah crossing market, atau bertukar pasar. Kenyataannya akan sulit buat brand pemula untuk kolaborasi sama brand ternama, kenapa? Karena bargaining powernya beda, maksudnya, levelnya beda coy. Simpel-nya, misal kamu punya brand yang followernya cuma 15 orang, terus mau kolaborasi sama Thanksomnia yang followernya udah K-K-K-an, ya bakal dicengin sama Bang Mohan lah!
Saran dari Bang Martias, lakukan aktivitas branding dulu dengan konsisten, baru ngajak kolaborasi brand-brand lain. Intinya gitu.
C. Quality
“Apakah hanya dengan USP, brand bisa berhasil?”
Tentu tidak, kamu harus mikirin juga tentang membangun teamwork, strategi pemasaran, packaging yang menarik, promo bundled yang memikat, melihat tren yang happening, dan yang paling penting; kualitas produk.
Kita pake analogi lain, pernah denger cake artis? Kebanyakan cake artis pada tutup karena orang cuma kepengin nyobain sekali, tapi setelah dicoba, ngga mau balik lagi —yang akhirnya, orang kembali loyal ke produk-produk yang memang kualitasnya ngga berbohong. Sama dengan brand clothing, ketika kamu membangun brand, maka kamu sedang membangun kesetiaan pelanggan.
—
Susah ngga? Ngga ada yang bilang gampang sih, tapi bisa kok. Karena memang dalam berbisnis di dunia ini akan tetap ada tantangannya, maka wajib banget kudu mengasah ilmu kita. Anyway, jika artikel ini bermanfaat, kita akan lanjut lagi di part-part selanjutnya, karena memang banyak banget hal yang perlu dibahas.
Follow juga IG kita di @xperteesID, untuk memperdalam pemahaman kamu tentang dunia clothing. 😊